Benar oleh nalar
Dalam hubungan adalah wajar tidak satu tujuan. Berbeda pendapat, berdebat membenarkan argumen diri yang amat diyakini. Memang ada baiknya menurunkan ego, membiarkan nalar mencerna kejadian demi kejadian yang terlewati. Rasa yang kian hari menimbulkan sesak tanpa pernah ada solusi.
Sesak ini dibiarkan berlarut, berharap menguap hilang dengan sendirinya. Mungkin di antara kita tidak menyadari, ada ruang kosong dalam diri yang dibiarkan mati oleh diri sendiri. Tentang nyata dan dunia yang tidak melulu soal kita.
Temu dan rindu mungkin sudah sangat menggebu. Apalagi perihal jarak ratusan kilometer yang menambah sesak. Tentang ruang yang hanya bisa diciptakan lewat dimensi diri. Berimajinasi, melalui suara dan gambar bergerak yang diharapkan agar merupa senyata mungkin.
Mungkin kita sedang berada di titik terlemah kita. Tentang jenuh sebuah temu yang tak kunjung beradu juga tentang ego dalam diri yang tak mau mengerti. Kita dihadapkan pada sepakat yang kadang tak mesti tertepati. Soal hati yang tak semestinya kita sakiti.
Pikirku, sudah saatnya kita peduli dengan diri sendiri. Hati yang selayaknya tak terguncang berulang kali. Tentang benar oleh nalar yang kita yakini sebagai sebuah percaya yang kita ikuti.
#bangumarsy